AtensiNews.com- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024.
Mahkamah berpendapat, Permohonan Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menolak seluruh permohonan Anies-Muhaimin.
Amar putusan, mengadili: dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 pada Senin (22/4/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat.
Pada Kamis 25 appril 2024, Azriel Pualillin selaku Dosen Hukum universitas sulewesi barat menyatakan bahwa Selayaknya para hakim bisa lebih mempertajam diskusi dengan kolega mereka, melakukan permintaan maaf melalui putusan PHPU Pilpres atas putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 .
Putusan PHPU Pilpres, nyatanya tak berani mengoreksi putusan nomor 90 yang menjadi dasar sengeketa yang juga sudah membuat gaduh dan murni itu adalah kesalahan Mahkamah Konstitusi . Bahkan dissenting opinion 3 Hakim hanya mendekatkan pelanggaran bansos dan mobilisasi ASN sehingga kompensasinya diadakan pemungutan suara ulang di beberapa wilayah terdampak.
Pada saat posisi hakim MK kosong, harusnya hakim Arief Hidayat dan hakim Saldi Isra mengambil kesempatan itu, mengingat proses persidangan MK itu speedy trial.
Kalau hakim yang baik hanya bisa memberi dissenting opinion dan bukan yang memutuskan, maka percuma, akan berimbas pada perkara selanjutnya dengan opsi kemungkinan akan terjadi proses persidangan sengketa pilpres yg sama. Bahkan berpotensi mengalami kegaduhan lagi. Kalau ada pelanggaran harus tegas dan ditindak.
Kalau Bawaslu diberi laporan tanpa pencopotan, buat apa rakyat menggaji mereka, negara mengeluarkan dana untuk mereka??. Sekarang rakyat harus memaknai bahwa yang memundurkan esensi demokrasi adalah presiden, anaknya jadi wapres dan iparnya tetap bertugas sebagai hakim Mahkamah Konstitusi.
Ini akan menjadi hal yg biasa saja, namun faktanya ada pelanggaran etik didalamnya. Ini semua bukan tentang perasaan, namun bagaimana proses itu bisa berjalan dengan semestinya. Jangan sampai masyarakat muak dengan proses yang buruk, dengan menganggap bahwa marwah Mahkamah Konstitusi sudah berada diambang kematian.
(Red)