JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan EW selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di MA.
KPK selanjutnya menahan tersangka EW untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 19 Desember 2022 s.d 7 Januari 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Pada perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan ini, sebelumnya KPK telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka yaitu SD dan GS Hakim Agung MA; PN Hakim Yustisial, Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung GS; RN Staf Hakim Agung GS; ETP Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA; DY dan MH selaku PNS pada Kepaniteraan MA; NA dan AB selaku PNS pada MA; YP dan ES selaku Pengacara; serta HT dan IDKS selaku pihak wasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID.
Perkara ini diawali gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan PT MHJ sebagai pihak Pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM sebagai Termohon. Yayasan Rumah Sakit SKM diputus pailit, lalu mengajukan upaya hukum kasasi ke MA agar putusan di tingkat pertama ditolak.
Diduga bahwa Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan Rumah Sakit SKM berkomunikasi intens dengan MH dan AB agar membantu proses kasasi dengan diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang. Sebagai tanda jadi, diduga ada pemberian sejumlah uang sekitar Rp3,7 Miliar kepada EW melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya. Pemberian tersebut diduga untuk mempengaruhi putusan agar Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Atas perbuatannya Tersangka EW bersama-sama MH dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Korupsi di sektor peradilan telah mencederai marwah penegakkan hukum di Indonesia. Oleh karenanya KPK tidak berhenti hanya pada upaya penindakannya saja. KPK terus melakukan upaya pencegahan melalui kajian dan pendidikan melalui pembekalan antikorupsi bagi para penegak hukum. Upaya komperehensif ini untuk mendukung perwujudan tata kelola peradilan yang transparan, akuntable, dan bersih dari praktik-praktik korupsi.